Kamis, 03 Juli 2014

HANS CLAUS - Syair yang terakhir





SYAIR YANG TERAKHIR

Kedip nyala warna biru dari rumah tetangga
mengatakan padaku bahwa perang terus berlanjut.

Mereka merekat duduk di pojok
menatap ke kecurangan.

luar biasa bahwa saya telah lupakan ini:
ketegangan air asin antara benua benua,
para pilot yang menguap
dalam pesawat pengebom mereka,

cahaya yang mengkhianati kota ini,
gorden gorden yang saya
lupa menutup lagi.



Terjemahan: © Siti Wahyuningsih dan Albert Hagenaars
14-06-2014







EINDGEDICHT

Het flitsend blauwe licht bij de buren
zegt mij dat de oorlog verder woedt.

Zij zitten in hun hoek gelijmd
naar de misleiding te staren.

Dat ik dit vergeten was:
de zilten spanning tussen continenten,
de piloten die verstrooid
uit hun bommenwerpers gapen,

het licht dat deze stad verraadt,
de gordijnen die ik weer
niet dichtgetrokken heb.



Gebrand papier
Penerbit: Uitgeverij P, kota Leuven, 2001
Photo penyair: Gerbrich Reynaert
Desain dan lukisan: Hans Claus



www.alberthagenaars.nl

SIMON VINKENOOG - Halilintar





HALILINTAR

ini adalah tulisan tangan dari seorang jenius yang sakit:
kawat berduri
binasa pada langit
saya adalah nyala api di atas air
ditimpa, menara menara
kerasukan dari elemen elemen

tidak perlu saya melarikan diri
awan merendah
hujan menciptakan sungai
dan dewata dewata yang haus

saya adalah pohon pohon yang menangis
merangkak musim gugur
saya adalah hujan
guntur dan balas dendam dari badai -
malam, tidak mempercayai matahari

tetap jalan ini tanpa perumahan
pepohonan memimpikan kilaunya bebatuan
dan guntur halilintar hujan

sekarang saya ingin dalam genangan air
menunggu dengan merentang kedua tangan dan kaki
sampai halilintar menghancurkanku



Terjemahan: © Siti Wahyuningsih dan Albert Hagenaars
08-06-2014







BLIKSEM

dit is het handschrift van een ziek genie:
prikkeldraad
vergaan aan de hemel
ik ben het brandende water
getroffen, torens
en de roes der elementen

ik ben het ontvluchten gespaard gebleven
laaghangende wolken
een stromentrekkende regen
en de dorst der goden

ik ben de huilende bomen
en het nader sluipen van de herfst
ik ben de regen
de donder en de wraak der stormen –
de nacht het niet geloven aan de zon

het blijft deze weg zonder huizen
de bomen de gedroomde glimmende keien
en het onweer de regen

nu in de plassen gaan liggen
languit wachten
tot mij de bliksem raakt



Wondkoorts
Penerbit: De Bezige Bij, Amsterdam, 1950
Photo penyair: Bert Bevers



www.alberthagenaars.nl

MARTIEN J.G. DE JONG - Tidur di Brabant





TIDUR DI BRABANT

Malam bagaikan kubah Gothic
di atas apsis keheningan -
dalam abu abu rohaniwan menghantui
berjalan dengan kaki terseret
di atas kuburan para leluhur
dan membaptis dalam genangan air suci
jiwa anak anak yang belum terlahirkan

sangat dalam pembuluh darahku
aku merasakan cairan dari tanah
membusuk dan meragi -
apakah saya lebih dari pada jamur
di atas tunggul negeri ini



Terjemahan: © Siti Wahyuningsih dan Albert Hagenaars
08-06-2014







SLAPEN IN BRABANT

De nacht als een gotisch gewelf
boven een absis van stilte –
spokende priesters in het grijs
schuifelen over de graven
van verre voorouders
en dopen in stilstaand wijwater
zielen van ongeboren kinderen

diep in mijn eigen aderen
voel ik de sappen van de grond
schimmelen en gisten –
wat ben ik meer dan een zwam
op een stronk van dit land



Een onschuldig land
Penerbit: Nijgh & Van Ditmar, 's-Gravenhage / Rotterdam, 1975
Photo penyair: ?



www.alberthagenaars.nl

CHARLES DUCAL - Godaan





GODAAN

Orang suci berbicara kepada satwa,
tetapi satwa tidak mengerti dia,
karena mereka hanya melihat
dan lihat apa yang mereka lihat:

mengotori tubuh sendiri yang kurus
di sore hari berlutut dan bergumam,
dan malam berlari dalam lumpur, sementara
melolong karena gigitan tangan sendiri.

Kemudian satwa berbicara padanya dengan
moncongnya yang hangat dan lembab,
dia menutup matanya dan berpikir
tentang payudara dan perut

dari wanita suci, membalas dendam,
dan tak pernah menyesal.



Terjemahan: © Siti Wahyuningsih dan Albert Hagenaars
01-06-2014







VERZOEKING

De heilige spreekt tot de dieren,
maar de dieren begrijpen hem niet,
omdat zij alleen maar kijken
en zien wat zij zien:

een mager lichaam dat zich bevuilt,
dat ’s avonds neerknielt en prevelt,
en ’s nachts door de modder rent,
huilend, door eigen handen gebeten.

Later spreken de dieren tot hem
met hun warme, vochtige snuiten,
en sluit hij de ogen en denkt
aan de borsten en buik van

de heilige vrouw, en wreekt zich,
en heeft geen berouw.


Moedertaal
Penerbit Atlas, Amsterdam/Antwerpen, 1994
Photo penyair: Lin Pauwels



www.alberthagenaars.nl