Minggu, 29 November 2015

J.C. BLOEM - Tahun Baru





TAHUN BARU

Lonceng tahun baru terdengar dari radio.
Hujan lebat. Hari ini sangat buruk sekali.
Seseorang terabaikan dan menerimanya.
Tak mempertanyakan lagi: mengapa dan oleh karena apa?

Kehidupan sulit ini memang tak bisa dipungkiri;
Di dunia tak ada tempat lagi untuk pergi,
Dan jantung tak bersemi lagi, seperti alam:
Tak ada pelarian dari kehidupan yang telah gagal.



Terjemahan: © Siti Wahyuningsih dan Albert Hagenaars
29-11-2015







NIEUWJAAR

De nieuwjaarsklokken luiden door de radio.
Stortregen valt. De dag is onbeschrijflijk goor.
Men is alleen gelaten en aanvaardt het zo.
Men vraagt zich zelfs niet af: waarom is ’t en waardoor?

Tegen het leven is toch immers niets te doen;
De wereld heeft geen oorden meer om heen te gaan,
En ’t hart wordt niet, gelijk de landen, jaarlijks groen:
Er is geen vlucht uit een voorgoed mislukt bestaan.



Enkele Gedichten
Penerbit: A.A.M. Stols, 's-Gravenhage, 1942
Photo penyair: ?




www.alberthagenaars.nl


Minggu, 22 November 2015

LEOPOLD VAN DEN BRANDE - Menatapi nyala api





MENATAPI NYALA API

segenggam tanah. sedikit darah. Sudah
musim gugur lagi. memulai kembali tahun.
waspadalah anda. apa yang saya lupa tentang anda
yang lain mengingatnya lagi. saya telah
kesurupan. saya membakar karangan
bunga mawar ke dalam api.

saya melihat anda berdiri
di taman kematian. anda menutupi
guci abu yang kosong dengan kain
dari bebatuan sehingga jasad anda perlahan
berubah bentuknya mengikuti lipatan.

dan jatuh terguling dari tungku perapian
seperti halnya anda menggali waktu
dan meletakkan jasad anda dengan kain
jelaga membara ke dalam diri saya.

bagaimana nanti, perlahan, kain
mengerut. dan kemudian, lipatan sutera
membungkus kehampaan.



Terjemahan: © Siti Wahyuningsih dan Albert Hagenaars
22-11-2015







STAREND IN HET VUUR

wat aarde. wat bloed. reeds herfst
weer. wederom verjaart het jaar.
en wee u, wat ik van u vergat
onthield een ander weer. ik werd
bezeten, ik verbrandde handenvol
rozen in het vuur.

ik zie u in de vlammen in een
dodentuin staan. gij hangt stenen
doeken over de lege vazen tot
uw lichaam stilaan vorm neemt
in de plooien.

en kantelt uit de haard of de tijd
u weer ontgraven heeft. en in een
smeulend kleed van roet gehuld
in mij heeft neergelegd.

hoe later langzaam het kleed
krult. en dan, de zijden randen
van het niets.



Alchemie van de roos
Penerbit: Animal Farm Edities, Denderbelle, 1976
Photo penyair: © Albert Hagenaars, 2011
Desain sampul buku: Dirk Gooris




www.alberthagenaars.nl


Minggu, 15 November 2015

VICTOR VROOMKONING - Senja hari





SENJA HARI

Di dalam kabut dia telah mondar-mandir
antara hewan-hewan, memerah susu sapi,
meraba punting mereka.
Dia masuk ke dalam rumah,
melepas sepatu kayunya.
Isterinya menyedu teh.

Sementara dia menyantap kue,
pengelihatannya menuju
ke bayangan yang mengunyah rumput,
yang baru saja bersamanya
dan dia menatap, seperti pertama kalinya
dia melihat mereka dari tempat duduk,
seakan dia bukan pemilinya,
dan dia tidak mengenal mereka.

Begitu cara dia memandang wanita
yang sedang mencuci pakaian
di kepulan asap dapur.



Terjemahan: © Siti Wahyuningsih dan Albert Hagenaars
14-11-2015







NAMIDDAG

In de nevel heeft hij tussen
de beesten gedoold, ze gemolken,
hun uiers gestreeld.
Hij is de woning ingelopen,
heeft de klompen uitgedaan,
De vrouw heeft thee gezet.

Terwijl hij speculaas weg
kauwt, glijdt zijn blik
naar de grazende schimmen
die hem daarnet nog vergezelden
en hij kijkt alsof het de eerste
keer is dat hij ze vanuit
zijn zetel ziet, alsof ze niet
van hem zijn, hij ze niet kent.

Eenzelfde blik valt op de vrouw
die in de dampende keuken
de was doet.



Verloren spraak
Penerbit: Fado Press, Tilburg, 2000
Photo penyair: ?
Gambar-gambar: Christine Lohmann & Walter Kerkhofs
Desain sampul buku: Annemarie Kloeg




www.alberthagenaars.nl


ALBERT HAGENAARS - Borobudur





BOROBUDUR

I

Mendekat dari sudut yang telah diperhitungkan. Hanya
ada getar di antara kita berdua, pantulan layar segi tiga,
mengelepak dalam angin kering,
gosokan pada suatu dasar dari waktu ke waktu.

Pasir gurun mengersak dalam remasan lensa tua.
Beberapa derajat lagi dan kemudian sang gunung semesta
tergenang, bagai teratai candinya mengambang
pada pantulan kehendak dan benda.

Aku berpaling. Di Baie d’Avranches yang mengapi
sang ayah-yang-penyair meratapi puterinya yang karam
Abad-abad berputar memenuh diri dalam dukacita kita.
Kala itu aku anak muda dan tak melawan.



II

Para dewa bangkit bersama negara dan akhirnya runtuh.
Sekali lagi kita mendaki melewati singa-singa.
Musim-musim penghujan membasuh darah kita dari tangga,
di atas aras paling rendah; aras iri dengki, nafsu dan kematian.

Tangan putih menggagapi abu mencari puisi yang terbenam:
pohon buahan, gajah, para hakim, perempuan mungil
memegang tombak, dan menyentuh dawai-dawai retas, cintaku
kepadamu. Bahana tajam kekaguman, dan ketakpahaman.

Di puncak kurangkul dia, kuangkat, kunaikkan.
Kami ketawa, saling cocok. Gaunnya meninggalkanku telanjang.
Aku mesti jadi ayahmu, mengelus segalanya rapi kembali.
Negara bangkit bersama dewa, yang memicu keruntuhannya.



III

Kuelus urat-urat darah kitab renta ini, madu
terpancur dari stupa, menutupi nama dan rupa,
kenangan akan suatu kehilangan. Yang tak bisa membaca
pergi mendaki berputar dan mencari tempatnya.

Ingatkah kau malam terakhir itu di kamar kosong kita
yang sesak aroma dupamu, bagaimana kita menyimak
para lalat? Aku mesti menemanimu pergi ke klinik,
tapi kau menjerit, menghunjamkan tombakmu menusukku.

Di angin pagi yang lemah ini cakap terhenti,
niat meluka meraja dalam secercah senyum
yang di banyak percintaan silam terpahatkan
dari sesuatu yang hampa arti.



Terjemahan: © Landung Simatupang
2010







BOROBUDUR

I

Naderend vanuit de berekende hoek. Even
een trilling tussen ons, een spiegeling van drie-
kantige zeilen, klapperend in de droge wind,
het schuren van een bodem over de tijd.

Woestijnzand knarst in de oeroude lens.
Nog enkele graden; dan staat de kosmische berg
onder water en drijft haar tempel als een lotus
op de spiegeling van wil en materie.

Ik draai. Aan de brandende baai van Avranches
huilt de dichtervader om zijn verdronken dochter.
Eeuwen wentelden hun volheid in ons verdriet.
Ik was een jonge man en bevocht het niet.



II

Goden kwamen met staten op en gingen ten onder.
Opnieuw klimmen we langs de leeuwen omhoog.
De moessons spoelden ons bloed van de trappen,
over het laagste terras; dat van naijver, lust en dood.

Een blanke hand tast in de as naar verzakte strofen:
fruitbomen, olifanten, rechters, een kleine vrouw
met een speer, en raakt aan gebroken snaren, mijn liefde
voor jou. Harde klanken van bewondering, en onbegrip.

Boven neem ik haar in m’n armen, til haar op.
We lachen, worden elkaar. Haar rok laat me bloot.
Ik moest je vader zijn en strijk alles weer glad.
Staten komen met goden op, gaan eraan ten onder.



III

Ik streel de aders van dit brekend boek, honing
vloeit uit de stupa en bedekt naam en vorm,
herinnering aan gemis. Wie niet kan lezen
gaat stijgend rond, zoekt zijn plaats.

Weet je al, die laatste nacht in onze lege kamer,
stinkend van jouw wierook, hoe we luisterden
naar de muskieten? Ik zou meegaan naar de kliniek,
maar je schreeuwde, je stak je speer in mij.

In deze broze ochtendwind eindigt het
spreken, heerst wrok in een glimlach,
vele liefdes geleden gebeiteld uit wat
van geen enkel belang mocht zijn.






BOROBUDUR

I

Approaching from the calculated angle. Just
a quiver between us, a reflection of tri-
angular sails, fluttering in the arid wind,
the scraping of a bottom over time.

Desert sand scrunches in the ancient lens.
A couple more degrees and then the cosmic mountain
is submerged, her temple drifting like a lotus
on the reflection of will and matter.

I turn. At the burning bay of Avranches
the poet-father weeps for his drowned daughter.
Centuries revolved their fulness in our grief.
I was a young man and did not resist.



II

Gods rose with states and eventually declined
Once more we clamber upwards past the lions.
The monsoons washed our blood off the stairs,
over the lowest terrace; that of envy, lust and death.

A white hand feels in the ashes for subsided verses:
fruit trees, elephants, judges, a small woman
with a spear, and touches broken strings, my love
for you. Harsh sounds of admiration, and incomprehension.

On top I take her in my arms, lift her up.
We laugh, become each other. Her frock leaves me naked.
I had to be your father and stroke everything smooth again.
States rise with gods, who trigger their decline.



III

I caress the veins of this breaking book, honey
flows out the stupa, covering name and form,
remembrance of a loss. Who cannot read
goes climbing round and seeks his place.

Do you recall that last night in our empty room
that stank of your incense, how we listened
to the flies? I was to go with you to the clinic,
but you screamed, you stuck your spear in me.

In this frail morning wind the speaking
ceases, spite rules in a smile,
many loves ago chiselled out of what
was devoid of any meaning.



Terjemahan: © John Irons
2003




Tropendrift / Tropical Drift
Penerbit: In de Knipscheer, Haarlem, 2003
Photo penyair: Siti Wahyuningsih
Desain sampul buku: Anders Kilian




www.alberthagenaars.nl